Teknologi biometrik—seperti pemindai sidik jari, pengenalan wajah (face recognition), dan pemindai iris—semakin menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Artikel ini membahas “perjanjian” yang kita buat secara tidak sadar: kita menukar kenyamanan instan (membuka ponsel dengan wajah) dengan penyerahan data identitas kita yang paling unik dan permanen, dengan segala risiko pengawasan dan pencurian data.
Daya tarik biometrik tidak dapat disangkal. Jauh lebih mudah memindai wajah atau jari daripada mengingat puluhan kata sandi yang kompleks. Di bandara, face recognition mempercepat proses imigrasi. Di perbankan, biometrik menjanjikan keamanan yang lebih tinggi daripada PIN. Teknologi ini menawarkan pengalaman pengguna yang mulus dan “tanpa gesekan”.
Masalahnya adalah, data biometrik bersifat permanen. Jika kata sandi Anda dicuri, Anda bisa mengubahnya. Jika data sidik jari atau struktur wajah Anda dicuri, Anda tidak bisa “mengganti” wajah Anda. Kebocoran database biometrik akan menjadi bencana privasi seumur hidup. Data ini, di tangan pemerintah atau korporasi, juga bisa menjadi alat pengawasan massal yang tak tertandingi.
Kita sedang berjalan di atas tali tipis. Di satu sisi adalah efisiensi, di sisi lain adalah distopia pengawasan. Regulasi yang sangat ketat mengenai siapa yang boleh mengumpulkan, bagaimana data biometrik harus disimpan (idealnya terenkripsi di perangkat lokal, bukan di cloud), dan kapan data itu boleh digunakan, sangat mendesak diperlukan sebelum teknologi ini mengakar terlalu dalam tanpa perlindungan yang memadai.

